Iklan Gaul

Tuesday, October 3, 2017

Makalah DAMPAK KEKUASAAN PT FREEPORT SEBAGAI PERMASALAHAN GEOPOLITIK NASIONAL



BAB I
Pendahuluan
1.1  Latar Belakang
Papua merupakan salah satu provinsi yang berada di Indonesia. Papua  memiliki potensi sumber daya alam yang sangat melimpah,  salah satunya adalah bahan tambang yang perlu diolah terlebih dahulu melalui berbagai eksplorasi. Keadaan inilah yang membuat Papua banyak diincar oleh perusahan tambang untuk mendirikan perusahannya di Papua agar dapat mengambil sumber daya alamnya.Untuk mengelola SDA, Presiden Soeharto bekerja sama dengan Freeport melalui sebuah kesepakatanmengenai penambangan Ertsberg. Hasilnya, PT Freeport Indonesia (PTFI) secara resmi menjadi perusahan penanam modal asing pertama di Indonesia. Seiring berjalannya aktivitas tambang, banyak sekali peristiwa yang dianggap tidak memberikan manfaat bagi rakyat Indonesia pada umumnya dan rakyat Papua pada khususnya. Tidak hanya itu saja, PT Freeport juga banyak melakukan kejahatan. Perusahan Freeport telah memberikan triliunan rupiah pertahunnya kepada Amerika serikat, namun hal ini berbanding terbalik dengan Indonesia yang hanya mendapatkan keuntungan yang sangat kecil. 
1.2  Latar Belakang Masalah
1.      Definisi Geopolitik dan Wawasan Nusantara
2.      Bagaimana sejarah berdirinya PTFI di Indonesia?
3.      Bagaimana dampak yang diterima bangsa Indonesia dengan adanya PTFI di Papua?
4.      Apa hubungan antara kasus PTFI dengan kesadaran berbangsa dalam konteks geopolitik?
5.      Bagaimana cara pemerintah Indonesia dalam menyikapi PTFI?
1.3 Tujuan
Makalah ini bertujuan agar para pembaca mengetahui dari asal mulasampai insiden terakhir kasus PT.Freeport di Timika yang sedang marak diberitakan di masyarakat Indonesia. Sebab kasus ini hingga sekarang masih belum terselesaikan.Bahkan pemerintah Indonesia menyimpan permasalahan ini dan seakan-akan seperti menutup mata terhadap kasus ini.
BAB II
Pembahasan
2.1 Definisi Geopolitik dan Wawasan Nusantara
            Para ilmuwan dan militer menyebutkan geopolitik sebagai kelanjutan dari geografi politik. Istilah geopolitik semula adalah sebagai ilmu bumi politik, kemudian berkembang menjadi pengetahuan tentang sesuatu yang berhubungan dengan konstelasi ciri khas negara berupa: bentuk, luas, letak, iklim, dan sumber daya alam suatu negara untuk membangun dan membina negara. Sebelum teori geopolitik berkembang, keberadaan suatu negara identik dengan tanah, sehingga banyak bangsa menamakan negaranya dengan unsur tanah, misalnya: England, Holland, Rusland, dan Thailand. Geopolitik suatu negara terkait erat dengan kekuasaan negara sehingga perlu mendalami ciri khusus negara berdasarkan geomorfologinya  (ciri fisik dan non fisik), karena akan menentukan sikap politik negara dalam membangun negaranya. Teori geopolitik telah berkembang menjadi konsepsi wawaasan nasional suatu bangsa seiring dengan berkembangnya teori-teori kekuasaan, oleh karena itu wawasan nasional bangsa selalu mengacu kepada geopolitik, sehingga dengan wawasan suatu negara, dapat diketahui ke mana arah perkembangan suatu negara (Soemiarno 2005).
            Konsep geopolitik yang diterapkan di Indonesia adalah konsep Wawasan Nusantara. Konsep wawasan Nustantara sebagai Wawasan Nasional bangsa Indosesia, pada awalnya dikembangkan segagai konsep pertahanan dan kemaanan yang berorientasi kepada konsep kekuatan (power concept) yang timbul dari pemikiran-pemikiran yang termuat dalam rumus-rumus wawasan benua, wawasan bahari, dan wawasan dirgantara. Kemudian berkembang sebagai konsep penyemprnaan dari konsepsi ketahanan nasional di mana konsep wawasan nusantarsa tersebut tidak lagi sekedar dikaitakn dengan konsep kekuatan saja, tetapi pemikirannya mencakup pada segenap aspek-aspek lainnya dalam eksistensi kelangsungan hidup NKRI. Ikhtiar untuk menyusun pengertian tentang wawasan nusantara berupa definisi dan cakuan pengertian yag lebih luas telah menghasilkan suatu konsepsi yang menjadi bagian dari piranti hukum negara karena menyangkut kebulatan wilayah nasional, satu kesatuan bangsa, satu tujuan dan tekad perjuangan, satu kesatuan hukum, satu kesatuan sosial budaya, satu kesatuan ekonomi, dan satu kesatuan pertahanan keamanan.
Pada hakekatnya, Wawasan Nusantara (WASANTARA) adalah cara pandang yang utuh menyeluruh untuk kepentingan nasional dalam upaya mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa dan negara, berasaskan kepentingan tujuan bersama, keadilan, kejujuran, solidaritas, kerja sama, dan kesetiaan. Berdasarkan konsepsi WASANTARA, terdapat pengertian arah pandang ke dalam dan arah pandang ke luar. Arah pandang ke dalam bertujuan menjamin perwujudan persatuan dan kesatuan segenap aspek kehidupan nasional. Sedangkan arah pandang ke luar bertujuan menjamin kepentingan nasonal dalam dunia yang serba berubah, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Serta mengembangkan suatu kerjasama dan saling menghormati.
2.2 Sejarah berdirinya PT Freeport di Indonesia
Freeport-McMoran Copper and Gold Inc., sebuah perusahaan pertambangan yang berusat di New Orleans, Amerika Serikat, memili peranan penting dalam dinamika pertambangan di Indonesia.Pada awalnya, sekitar tahun 1930, dua pegawai perusahaan minyak NNGPM dari Belanda, Colijn dan Dozy berniat untuk mencapai puncak Cartens. Pada tahun 1936, Jean Jacques Dozy menemukan Ertsberg atau gunung bijih di daerah Papua. Dozy mengambil contoh batuan tersebut dan membawanya ke Belanda. Kemudian, Van Gruisen, Direktur Manajer perusahaan Oost Maatchappij yang mengeksploitasi batu bara di Indonesia, berhasil meyakinkan kepala bagian eksplorasi perusahaan Freeport Sulphur Company untuk mendanai ekspedisi lanjutan ke Ertsberg serta mengambil contoh bebatuan dan menganalisisnya melalui penilaian.
Di Indonesia, pemerintahan yang saat itu dipimpin oleh Soeharto mengambil kebijakan untuk melakukan langkah nyata demi meningkatkan pembangunan nasional di bidang ekonomi. Namun, dengan kondisi ekonomi nasional setelah penggantian kekuasaan, akhirnya pemerintah mengambil langkah strategis dengan mengeluarkan Undang-undang Modal Asing (UU No. 1 Tahun 1967).Pimpinan tertinggi Freeport pada masa itu, Langbourne Williams, melihat peluang untuk meneruskan proyek Ertsberg di Indonesia. Dia menemui Julius Tahija, mantan pemimpin perusahaan Texaco dan Jenderal Ibnu Sutowo, Menteri Pertambangan dan Perminyakan Indonesia saat itu. Inti dalam pertemuan tersebut adalah permohonan agar Freeport dapat meneruskan proyek Ertsberg. Akhirnya, Freeport mendapatkan izin dari pemerintah untuk meneruskan proyek tersebut pada tahun 1967 yang dinamai sebagai Kontrak Karya Pertama Freeport (KK-I). Kontrak karya tersebut digunakan Julius Tahija untuk mempromosikan Indonesia ke luar negeri. Dari sinilah bermulanya hubungan internasional Indonesia dengan negara lain dalam bidang ekonomi dan sumber daya, karena KK-I ini adalah kesepakatan pertama penanaman modal asing di Indonesia.
Pada tahun 1970, pemerintah Indonesia dan Freeport secara bersama-sama membangun rumah-rumah penduduk yang layak di sekitar Timika.Pada tahun 1971, Freeport membangun Bandar Udara Timika dan pusat perbekalan, kemudian juga membangun jalan-jalan utama sebagai akses ke tambang dan juga jalan-jalan di daerah terpencil sebagai akses ke desa-desa. Tahun 1972, Presiden Soeharto menamakan kota yang dibangun secara bertahap oleh Freeport tersebut dengan nama Tembagapura. Pada tahun 1973, Freeport memberi mandat Ali Budiarjo, mantan Sekretaris Pertahanan dan Direktur Pembangunan Nasional pada tahun 1950-an, sebagai kepala perwakilannya untuk Indonesia sekaligus sebagai presiden direktur pertama Freeport Indonesia.PTFI memberikan kontribusi pendapatan yang cukup signifikan bagi Indonesia melalui pajak dan produksinya. Siaran pers Freeport menyatakan bahwa sejak pembaharuan KK tahun 1991 mulai tahun 1992 hingga Desember 2011 total kewajiban keuangan Freeprt kepada pemerintah adalah sebesar US$13,8 miliar atau rata-rata Rp5 triliun pertahun.
Tambang Grasberg yang berada dekat Tembagapura ini adalah tambang emas terbesar di dunia yang dijaga sangat ketat oleh militansi Indonesia. Operasi penambangan oleh PTFI telah dijaga oleh TNI sejak tahun 1970. Bersamaan dengan hal tersebut, TNI juga berusaha menangkis upaya gerakan separatis warga Papua. Pada awal tahun 2003, Freeport-McMoran Copper and Gold Inc. Mengungkapkan bahwa PTFI telah membayar sebesar US$4,7 juta di tahun 2001 dan US$5,6 juta di tahun 2002 sebagai biaya bantuan jasa keamanan kepada pemerintah Indonesia.
2.3 Dampak adanya PTFI bagi bangsa Indonesia
Menurut Freeport, keberadaannya memberikan manfaat langsung dan tidak langsung kepada Indonesia sebesar 33 miliar dolar dari tahun 19922004. Angka ini hampir sama dengan 2% PDB Indonesia. Dengan harga emas mencapai nilai tertinggi dalam 25 tahun terakhir, yaitu US$540 per ons, sebenarnya Indonesia  mengalami kerugian yang sangat besar. Hal ini disebabkan oleh rendahnya royalti yang dibayar oleh Freeport kepada pemerintah yaitu sekitar 1% – 3,5% dari total keuntungan yang didapatkan Freeport. Tidak hanya itu, berbagai pelanggaran hak masyarakat sekitar dan pencemaran lingkungan telah dilakukan oleh Freeport. Sejak mulai beroperasi di tahun 1967, Freeport-McMoRan berhasil menjadi perusahaan tambang kelas dunia dengan mengandalkan hasil produksi dari wilayah Indonesia. Di sisi lain, Freeport merupakan perusahan yang terdaftar di Delaware, Amerika Serikat,sehingga perusahan ini tidak tunduk kepada hukum Indonesia. Beberapa keputusan dari pihak Freeport yang merugikan bangsa Indonesia antara lain :
1.      tidak adanya kewajiban mengenai lingkungan hidup dalam kontrak,
2.      pengaturan perpajakan sama sekali tidak sesuai dengan peraturan dalam UU Perpajakan yang berlaku, baik jenis pajak maupun strukturnya. Akibatnya, Freeport tidak wajib membayar pajak PBB, land rent, bea balik nama kendaraan, dan pajak lain yang menjadi pemasukan bagi daerah,
3.      tidak ada kewajiban bagi pihak Freeport untuk melakukan community development,
4.      negara hanya mendapatkan 5% dari keuntungan yang didapat oleh PTFI,
5.      Freeport diberikan kebebasan dalam pengaturan manajemen dan operasi sertadalam transaksi menggunakan devisa asing. Freeport juga medapatkan kelonggaran fiskal yang tidak sedikit, diantaranya adalahtax holiday selama 3 tahun pertama setelah mulai produksi. Untuk tahun berikutnya selama 7 tahun, Freeport hanya dikenakan pajak sebesar 35%. Setelah itu, pajak yang dikenakan meningkat menjadi 41,75%. Freeport juga dibebaskan dari segala jenis pajak lain dan pembayaran royalti atas penjualan tembaga dan emas, kecuali pajak penjualan yang hanya sebesar 5%,
6.      dengan hasil tambang jutaan ton, tidak ada pembangunan infrastruktur bagi masyarakat setempat,
7.      kehidupan masyarakat setempat terancam dengan keberadaan PTFI karena masyarakat yang bukan pekerja PTFI bisa diusir, bahkan ditembak jika mendekati area pertambangan tanpa izin walaupun hanya untuk mencari hasil hutan di sekitar PTFI,
8.      PTFI tidak mengindahkan keselamatan pekerjanya yaitu masyarakat Papua sendiri. Hal ini terbukti saat terjadi runtuhnya tambang pada akhir 2012 lalu, tidak ada penanganan serius dari PTFI bagi para korban (dan keluarga). Bahkan untuk melakukan penyelidikan kasus, dihambat oleh Pimpinan PTFI, sehingga penyelidikan tidak bisa dilakukan, dan
9.      PTFI berusaha menyuap aparat dengan menambah uang lelah (gratifikasi) untuk penjagaan pabrik penambangan dari masyarakat setempat.
Di dalam kontrak Freeport, besaran iuran tetap untuk wilayah pertambangan yang dibayarkan berkisar antara US$0,025-0,05 per hektar per tahun untuk kegiatan Penyelidikan Umum (General Survey), US$0,1-0,35 per hektar per tahun untuk kegiatan Studi Kelayakan dan Konstruksi, dan US$ 1,5-3 per hektar per tahun untuk kegiatan operasi eksplotasi/produksi. Tarif iuran tersebut, di seluruh tahapan kegiatan, dapat dikatakan sangat kecil, bahkan sangat sulit diterima akal sehat. Dengan kurs 1 US$ = Rp 9.000 maka besar iuran Rp 225 hingga Rp 27.000 per hektar per tahun.
Seelanjutnya, mengenai pengawasan atas kandungan mineral yang dihasilkan, dalam kontrak Freeport tidak ada satu pun yang menyebut secara eksplisit bahwa seluruh operasi dan fasilitas pemurnian dan peleburan harus seluruhnya dilakukan di Indonesia dan dalam pengawasan pemerintah Indonesia. Selain itu, tidak ada satu pasal pun yang secara eksplisit mengatur bahwa pemerintah Indonesia dapat sewaktu-waktu mengakhiri kontrak Freeport.Sebaliknya, pihak Freeport dapat sewaktu-waktu mengakhiri kontrak tersebut jika mereka menilai pengusahaan pertambangan di wilayah kontrak pertambangannya sudah tidak menguntungkan lagi secara ekonomis. Freeport-McMoran Copper and Gold Inc. memiliki saham sebesar 81,28%,  sementara PT. Indocopper Investamamemegang saham sebesar 9,36%, danpemerintah Indonesia selaku pemilik SDA hanya mendapatkan saham 9,36%.
Bahan tambang yang dihasilkan oleh Freeport diantaranya tembaga, emas, perak, molibdenum, dan rhenium. Semua bahan yang dihasilkan itu tidak jelas prosesnya karena hasil tambangnya langsung dikapalkan dan diolah di luar negri sehingga Indonesia hanya mendapatkan molibdenum dan rhenium hasil pemrosesan bijih tembaga yang dari sisi harga sangat murah.
Sejak awal, eksplorasi dan ekspansi kapasitas di tambang milik Freeport terus berlangsung sampai dengan tahun 1991 di mana Kontrak Karya milik Freeport diperbaharui dengan masa berlaku sepanjang 30 tahun dengan kemungkinan perpanjangan dua kali 10 tahun, yang berarti Freeport berpotensi mendapatkan perlakuan khusus hingga tahun 2041.Laporan dari Bank Dunia pada tahun 2006 menunjukkan bahwa Indonesia ada di peringkat ke-91 dari 190 negara dalam ranking ease of doing business atau kemudahan berbisnis.Adanya kasus ini jelas akan berdampak pada persepsi investor asing terhadap ekosistem bisnis di Indonesia. Hal ini jelas bertentangan dengan target presiden Joko Widodo yang ingin meningkatkanForeign Direct Investment di Indonesia.
2.4 Hubungan antara kasus PT Freeport Indonesia dengan kesadaran berbangsa dalam konteks geopolitik






























 









2.5 Strategipemerintah Indonesia dalam menyikapi PTFI
Sangat berat bagi pemerintah Indonesia untuk bertindak tegas terhadap pemerintah Amerika terkait kontrak yang sudah habis masanya karena Indonesia menganggap Amerika adalah sekutu yang cukup penting.Hingga saat ini, pemerintah Indonesia dan Freeport masih melakukan negosiasi. Freeport sudah mengancam akan mengajukan gugatan ke Arbitrase Internasional apabila tidak ada titik temu dengan pemerintah. Sementara itu pemerintah masih tetap tidak bergeser dari permintaannya yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 2007, dimana Freeport harus mengubah status dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) jika ingin tetap bisa melakukan ekspor konsentrat. Freeport juga harus melakukan divestasi saham sebanyak 51% dan membangun smelter. Ketentuan pajak juga harus diubah dari naildownmenjadi prevailing. Ketentuan-ketentuan itu dirasa Freeport sangat memberatkan. Selama menunggu titik temu dengan pemerintah, Freeport yang sudah tidak melakukan ekspor konsentrat sejak 12 Januari 2017 lalu saat ini sudah menerapkan program cuti ke tempat asal (point of leave) kepada para karyawannya. Cuti ini disertai dengan pembebasan bekerja (furlough). Tujuan Freeport melakukan hal ini adalah untuk mengurangi biaya-biaya operasional. Akan tetapi,Presiden Jokowi menentang Freeport untuk membawa masalah ini kejalur hukum dengan cara melalui Pengadilan Artbitrase Internasional.









BAB III
Kesimpulan dan Saran
3.1  Kesimpulan
Lahan tambang yang ada di Timika merupakan tanah milik masyarakat Papua khususnya bagi penduduk di Timika. Didalamnya terdapat emas dan barang tambang yang sangat berlimpah. Pemerintah Indonesia terus bernegosiasi dengan PT. Freeport untuk mengolah sumber daya alam tersebut. Keberadaan Freeport sebenarnya sangat merugikan Indonesia pada umumnya dan rakyat Papua pada khususnya.Rakyat Timika tidak mendapatkan keuntungan yang layak dari tambangtersebut karena sebenarnya, yang paling diuntungkan adalah PT. Freeport itu sendiri.
3.2  Saran
Seharusnya, Pemerintah Indonesia menindak lanjuti kasus ini. Amerika yang sedang menikmati keuntungann berkebalikan dengan keadaan Indonesia yang hanya mendapatkan dampak buruk dari berdirinya Freeport di Papua. Pihak yang paling dirugikan adalah masyarakat Timika yang tidak hanya rugi secara materi, tetapi jugakerugian secara nonmaterial berupa kekecewaan yang amat mendalam akan tanah leluhurnya yang seharusnya dijaga dan dilestarikannya ternyata habis digerogoti oleh Amerika. Semoga Pak Jokowi dapat mengambil Freeport dari tangan Amerika dan bukan hanya sekedar wacana saja karena hal tersebut memang merupakan hak dan milik bangsa Indonesia.

No comments:

Post a Comment